كَـمَا لَا يُحِبُّ الْعَمَلَ الْمُشْتَرَكَ لَا يُحِبُّ الْقَلْبَ الْمُشْتَرِكَ, الْعَمَلُ الْمُشْتَرَكُ لَا يَقْبَلُهُ وَالْقَلْبُ الْمُشْتَرِكُ لَا يَقْبَلُ عَلَيْهِ
Sebagaimana Allah tidak mencintai amal yang dipersekutukan (dengan selain Allah), begitupula Allah tidak mencintai hati yang bersekutu. Amal perbuatan yang dipersekutukan tidak diterima oleh Allah, sedangkan hati yang bersekutu tidak akan dihadapi oleh Allah.
AMAL yang dipersekutukan (dengan selain Allah) adalah amal yang bercampur riya’ dan ujub. Bagi mereka yang berkedudukan tinggi, termasuk amal yang dipersekutukan adalah beramal dengan tujuan imbalan pahala.
Hati yang bersekutu adalah hati yang cinta, condong dan bersandar kepada selain Allah.
Amal yang dipersekutukan itu cacat, sebab pelakunya beramal ingin dilihat orang lain. Sedangkan hati yang bersekutu itu juga cacat, karena ia masih melihat kepada selain Allah.
Amal yang dipersekutukan dengan tujuan selain Allah tidak disukai oleh Allah. Amal itu tidak diterima dan tidak diberi pahala karena tidak adanya keikhlasan. Amal itu masih tercemar, dan Allah tidak mau menerima amal yang tidak murni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
((قَالَ اللهُ تَعَالَى : اَنَا اَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ, مَنْ عَمِلَ عَمَلًا اَشْرَكَ فِيْهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ))
“Allah berfirman: “Aku tidak butuh untuk dipersekutukan. Barangsiapa melakukan amal bukan hanya untuk-Ku tapi juga untuk yang lain, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya itu.” (HR. Muslim)
Begitupula hati yang bersekutu dengan selain Allah tidak disukai oleh Allah. Allah tidak menghadap kepada hati itu. Allah berpaling darinya. Allah tidak meridhoinya. Sebab, hati itu tidak sungguh-sungguh menghadap kepada Allah, tetapi ia masih menoleh dan condong kepada yang lain.
Amal dan Hati Yang dicintai Allah
Siapa yang membenarkan amalnya dengan keikhlasan dan keadaannya dengan kesungguhan, maka orang itu dicintai Allah, diberi pahala dan diridhai-Nya. Bila tidak seperti itu, maka tidak akan mendapat kecintaan, pahala dan ridho dari Allah.
Atau dengan ungkapan lain, “Barangsiapa menjaga amalnya dengan keikhlasan, maka ia patut untuk diterima dan menjadi orang khusus. Siapa yang menjaga hatinya dari selain Allah, maka hati orang itu akan dipenuhi ilmu dan cahaya, dan akan menyumber dari hati itu kemakrifatan dan rahasia-rahasia.”
Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.