Tong Kosong Nyaring Bunyinya

مَنْ رَأَيْتَهُ مُجِيْبًا عَنْ كُلِّ مَا سُئِلَ, وَمُعَبِّرًا عَنْ كُلِّ مَا شَهِدَ, وَذَاكِرًا كُلَّ مَا عَلِمَ, فَاسْتَدِلَّ بِذَلِكَ عَلَى وُجُوْدِ جَهْلِهِ

Siapa yang selalu menjawab segala pertanyaan yang ditanyakan kepadanya, dan menceritakan segala ilmu yang ia ketahui, maka hal demikian itu menunjukkan kebodohan orang tersebut.

 

MENJAWAB semua pertanyaan yang diajukan adalah sebuah tanda kebodohan. Sebab, walau ia lama belajar, pengetahuan manusia tidak bisa meliputi seluruh ilmu. Hal itu mustahil bagi manusia. Otak manusia terlampau kecil untuk menampung segala pengetahuan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“Apa yang diberikan kepada kamu dari ilmu hanyalah sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85)

Ada pula kata hikmah yang menyatakan bahwa ilmu itu berkata dengan lisan halnya:

أَعْطِنِيْ كُلَّكَ أُعْطِكَ بَعْضِيْ

“Berikan padaku semua usahamu, maka aku akan beri engkau sedikit dariku.”

Kalau orang yang mencurahkan seluruh usahanya dalam mencari ilmu akan memperoleh ilmu yang sedikit dan tidak mungkin ia meliputi seluruh ilmu, apalagi mereka yang malas mencari ilmu.

Dengan menjawab segala pertanyaan berarti orang tersebut merasa memiliki segala ilmu. Orang yang demikian ini adalah orang yang sombong, memaksa diri, orang yang pura-pura tahu segalanya, dan sebuah tanda kebodohannya. Tong kosong nyaring bunyinya. Orang yang alim adalah orang yang tahu kadar dirinya. Ia tahu kemampuan yang ia miliki. Terhadap apa yang tidak ia ketahui ia berani mengatakan ‘Aku tidak tahu’.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

رَحِمَ اللهُ امْرَأً عَرَفَ قَدْرَ نَفْسِهِ

“Mudah-mudahan Allah merahmati orang yang mengetahui kadar dirinya.”

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya seseorang. Tetapi Nabi tidak menjawab. Nabi malah berkata: “Aku tidak tahu. Aku akan menanyakannya kepada Jibril.”

Sebagian ulama ditanya tentang ilmu yang bermanfaat. Ia menjawab: “(Ilmu yang bermanfaat ialah) engkau mengetahui kadarmu dan tidak melampaui batasmu.”

Di dalam Ihya Ulumuddin disebutkan bahwa ulama salaf bila ditanya oleh seseorang maka ia melemparnya ke ulama yang lain. Ulama yang kedua juga melemparnya kepada yang lain. Sampai orang itu kembali kepada yang pertama. Ada pula yang ditanya oleh seseorang, lalu ia berkata: “Pergilah ke qadhi. Kalungkan masalah ini di lehernya.”

Imam Malik pernah ditanya tiga puluh tiga pertanyaan oleh seseorang. Yang dijawab hanya tiga pertanyaan. Untuk sisanya ia berkata:

لَا أَدْرِيْ

“Aku tidak tahu.”

Maka orang yang bertanya itu berkata:

“Apa yang harus kami katakan kepada manusia?”

“Katakan kepada mereka bahwa Malik tidak bisa menjawab,” jawab Imam Malik bin Anas kepada orang yang datang dari Iraq itu.

Ini semua menunjukkan keikhlasan orang-orang dahulu. Mereka berhati-hati dalam urusan agama. Mereka tidak memaksa diri dan merasa pintar.

Menjawab semua pertanyaan mengandung kebodohan dan berbahaya. Tidak semua pertanyaan itu harus dijawab. Terkadang orang yang bertanya itu berniat menjatuhkan orang yang ditanya. Bisa pula jawaban dari pertanyaan itu tidak cocok dan sulit dipahami oleh si penanya. Sehingga bila dijawab menimbulkan kebingungan dan membikin fitnah, dan malah kadang mengingkari. Maka hati-hatilah dalam menjawab pertanyaan.

Termasuk kebodohan, mengungkapkan segala apa yang dilihat dari karamah, maqamat, cahaya-cahaya yang dituangkan kepada orang yang bermakrifat kepada Allah. Hal-hal seperti ini tidak boleh diceritakan kepada orang yang bukan ahlinya.

Ulama mengatakan:

قُلُوْبُ الْأَحْرَارِ قُبُوْرُ الْأَسْرَارِ

“Hati orang-orang yang merdeka adalah kuburan rahasia-rahasia.”

Yang dimaksud orang yang merdeka adalah para wali yang merdeka dari perbudakan hawa nafsu. Di dada mereka tersimpan rahasia-rahasia Allah dan cahaya-cahaya yang tidak boleh diungkapkan. Malah apabila diungkapkan dianggap berkhianat. Bisa pula kewalian akan dicabut oleh Allah. Maka hal seperti itu tidak boleh diungkap kepada orang yang bukan ahlinya. Karena akan berbahaya dan menimbulkan fitnah. Akan timbul pengingkaran dan pendustaan.

Sayyidina Ali karramallahu wajhahu berkata:

حَدِّثِ النَّاسَ بِقَدْرِ مَا يَفْهَمُوْنَ, أَتُرِيْدُوْنَ أَنْ يُكَذِّبَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ صلى الله عليه وسلم

“Sampaikanlah kepada manusia menurut kadar pemahaman mereka. Apakah kamu ingin mereka itu mendustakan Allah dan Rasul-Nya ?”

Syeikh Abu Bakar bin Salim berkata:

اِحْذَرْ أَنْ تُبِيْحَ سِرَّنَا لِغَيْرِنَا

“Awas jangan kau siarkan rahasia kami kepada selain kami.”

Seseorang bertanya kepada sebagian ulama. Tetapi ulama itu tidak menjawabnya.

“Tidakkah kau tahu hadits Rasul yang mengatakan ‘Orang yang menyimpan ilmu yang bermanfaat maka ia akan dikekang dengan api neraka’,” kata si penanya kepada ulama tersebut.

“Tinggalkan kekang itu dan pergilah. Bila ada orang yang berhak terhadap ilmu itu dan aku menyimpannya, maka kekanglah aku dengan kekang itu,” kata ulama itu mengungkapkan alasan diamnya.

Abu Hurairah mengatakan: “Aku diberi dua karung ilmu oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang satu karung aku sebarkan. Yang satunya lagi bila aku sebarkan, maka kalian akan memutus urat leherku.”

Ali Zainal Abidin bersyair:

يَا رُبَّ جَوْهَرِ عِلْمٍ لَـوْ أَبُوْحُ بِهِ         لَقِيْلَ لِي أَنْتَ مِمَنْ يَعْبُدُ الْوَثَنَا

وَلَاسْتَحَلَّ رِجَالٌ مُسْلِمُوْنَ دَمِيْ         يَرَوْنَ أَقْـبَحَ مَا يَأْتُوْنَهُ حَـسَـنًا

إِنِّي لَأَكْتُمُ مِـنْ عِـلْمِيْ جَوَاهِرَهُ         كَيْ لَا يَرَى الْحَقَّ ذُوْ جَهْلٍ فَيَفْتَتِنَا

Banyak mutiara ilmu yang apabila aku ungkapkan

Maka aku akan dituduh sebagai penyembah berhala

Dan orang-orang Islam akan menghalalkan darahku

Mereka mengira perbuatan paling jelek yang mereka lakukan adalah sebuah kebaikan

Aku simpan mutiara ilmuku

Agar orang bodoh tidak melihat kebenaran maka ia terkena fitnah

Imam Ghazali berkata: “Hakikat-hakikat itu terkadang membahayakan sebagian orang, seperti mawar dan misik yang membahayakan kepik.”

Kepik adalah serangga berbau busuk yang tidak senang pada wewangian. Begitu pula ilmu hakikat yang wangi berakibat buruk kepada sebagian orang. Mudah-mudahan kita tidak menjadi golongan kepik. Kita suka wangi-wangian. Kita percaya keramat-keramat. Kita suka hakikat-hakikat dengan berkat para wali. Amin.

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM