Ilmu Terbaik Yang Dibarengi Rasa Takut

خَيْرُ الْعِلْمِ مَا كَانَتِ الْخَشْيَةُ مَعَهُ

Sebaik-baik ilmu adalah yang disertai oleh rasa takut kepada Allah.

 

SEBAIK-baik ilmu ialah yang disertai oleh rasa takut kepada Allah. Sesungguhnya Allah memuji ulama karena mereka mempunyai rasa takut kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir : 28)

Maka setiap ilmu yang tidak disertai oleh rasa takut kepada Allah tidak ada kebaikannya. Orang yang memiliki ilmu seperti itu tidak disebut orang alim yang sebenarnya.

Mengenai ayat di atas, Robi’ bin Anas mengatakan: “Siapa yang tidak takut kepada Allah, maka tidak disebut orang alim.”

Disebut dalam kitab Lathaiful Minan: “Ilmu yang dicari adalah ilmu yang menyebabkan rasa takut kepada Allah. Rasa takut yang membuat orangnya melaksanakan perintah Allah.”

“Adapun ilmu yang disertai dengan senang kepada dunia, merendahkan diri terhadap orang-orang yang memiliki dunia, mengerahkan semangatnya untuk mencari, mengumpulkan dan menyimpan dunia, merasa bangga (dengan ilmu), sombong, banyak berangan-angan dan melupakan akhirat maka ilmu ini sangat jauh dari ilmu yang menjadikannya sebagai pewaris para nabi. Tidaklah sesuatu yang diwariskan itu pindah kepada ahli waris, kecuali karena sifat orang yang diwarisi itu ada pada pewarisnya.”

“Ulama yang memiliki sifat-sifat jelek ini seperti lilin yang menerangi orang lain, tetapi ia sendiri terbakar. Allah menjadikan ilmu orang tersebut sebagai hujjah yang memberatkan dirinya dan sebagai sebab dari semakin banyaknya siksa yang ia dapatkan.”

Sahal bin Abdullah At-Tusturi berkata: “Janganlah engkau memutuskan suatu urusan dunia atau agama kecuali dengan musyawarah dengan ulama, agar supaya akibatnya terpuji di sisi Allah.”

“Wahai Aba Muhammad, Siapakah ulama itu?” tanya seseorang kepada Sahal.

“Ulama adalah orang-orang yang mengutamakan akhirat daripada dunia dan mengutamakan Allah daripada nafsu mereka,” jawab Sahal At-Tusturi.

Umar bin Khaththab berkata dalam wasiatnya: “Bermusyawaralah dalam urusanmu dengan orang-orang yang takut kepada Allah.”

Al-Wasithi berkata: “Manusia yang paling belas kasih adalah ulama, karena mereka takut kepada Allah dan khawatir dengan ilmu yang diajarkan Allah kepada mereka.“”

Ibnu Athaillah dalam kitab At-Tanwir fi isqati At-Tadbir menerangkan tentang hadits Nabi;

طَالِبُ الْعِلْمِ تَكَفَّلَ اللهُ بِرِزْقِهِ

“Orang yang menuntut ilmu itu rezekinya ditanggung oleh Allah.”

“Ketahuilah bahwa Ilmu yang disebut berulang-ulang dalam Al-Qur’an atau Sunnah yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat yang disertai rasa takut kepada Allah.

Allah Ta’ala berfirman:

اِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama.” (QS. Fathir : 28)

Allah menjelaskan bahwa khasyah (rasa takut kepada Allah) itu melazimi ilmu. Dari sini bisa dipahami bahwa hanya para ulama yang memiliki rasa takut.

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ

“Dan orang-orang yang diberi ilmu.” (QS. Al-Mujadalah : 11)

وَالرَّاسِخُوْنَ فِى الْعِلْمِ

“Orang-orang yang mantap dalam ilmu.” (QS. Ali Imran : 7)

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakan; “Tuhanku, tambahi aku ilmu.” (QS. Thaha : 114)

Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam :

(أَنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ)

“Sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk penuntut ilmu.”

الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ

“ulama adalah pewaris para nabi”

طَالِبُ الْعِلْمِ تَكَفَّلَ اللهُ بِرِزْقِهِ

“Pencari ilmu rizkinya ditanggung oleh Allah.”

Maka yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu yang bermanfaat yang bisa mengekang hawa nafsu.”

Syeikh Abu Abdurrahman As-Sulami berkata: “Setiap ilmu yang tidak menimbulkan kepada pemiliknya rasa takut kepada Allah, tawadhu, nasihat dan kasih sayang kepada makhluk, dan tidak mendorongnya untuk bermuamalah terhadap Allah dengan baik, selalu merasa diawasi oleh Allah, mencari halal, menjaga anggota badan dari maksiat, menunaikan amanat, melawan nafsu dan menyalahi syahwat maka ilmu itu adalah ilmu yang tidak bermanfaat, yang Nabi berlindung kepada Allah darinya.”

“Wahai orang alim!” panggil seorang lelaki kepada As-Sya’bi.

“Diamlah. Orang alim adalah yang takut kepada Allah,” tegur As-Sya’bi kepada orang tersebut.

Seorang salaf berkata: “Orang yang bertambah ilmunya, maka harus bertambah khusyuk.”

Ada seorang bertanya kepada Imam Junaid, “Ilmu apa yang paling bermanfaat?”

“Ilmu yang menunjukkan kamu kepada Allah dan menjauhkanmu dari menuruti nafsumu,” jawab Junaid.

Junaid juga berkata: “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang menunjukkan pemiliknya kepada tawadhu’, terus bermujahadah, menjaga batin, mengawasi dhahir, takut kepada Allah, berpaling dari dunia dan orang-orang pencari dunia, merasa cukup dengan sedikit dari dunia, menjauh dari orang kaya, nasihat kepada makhluk, berakhlak baik terhadap mereka, berteman dan duduk dengan orang-orang fakir, menghormati wali-wali Allah, melakukan urusan yang penting baginya. Sebab, apabila orang alim cinta kepada dunia dan orang-orang kaya dan mengumpulkan dunia melebihi dari kadar kecukupannya, maka ia akan lupa akhirat dan lalai dari taat kepada Allah dengan kadar kecintaannya itu. Allah berfirman:

يَعْلَمُوْنَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْأٰخِرَةِ هُمْ غَافِلُوْنَ

“Mereka tahu yang dhahir dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai dari akhirat. ” (QS. Ar-Rum : 7)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ اَحَبَّ دُنْيَاهُ اَضَرَّ بِأٰخِرِتِهِ وَمَنْ اَحَبَّ أٰخِرَتَهُ اَضَرَّ بِدُنْيَاهُ أَلَا فَأٰثِرُوْا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى

“Barangsiapa mencintai dunianya, maka ia membahayakan akhiratnya. Barangsiapa cinta akhiratnya, maka ia membahayakan dunianya. Maka utamakanlah yang abadi daripada yang lekas rusak. ”

Fudhail bin Iyadh berkata: “Orang alim itu adalah dokter agama. Sedangkan cinta dunia adalah penyakit agama. Apabila dokternya sendiri terkena penyakit, maka kapan ia bisa menyembuhkan orang lain.”

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM