Hakikat Muncul Dengan Cahaya Suram

رُبَّمَا بَرَزَتِ الْحَقَائِقُ مَكْسُوْفَةَ اْلأَنْوَارِ اِذَا لَمْ يُؤْذَنْ لَكَ فِيْهَا بِالْإِظْهَارِ

Adakalanya hakikat itu keluar, tapi cahayanya suram kalau engkau tidak diberi izin untuk membicarakannya.

 

ORANG yang tidak sempurna sifatnya, yang tidak punya keahlian, dan tidak dapat izin dalam membicarakan hakikat, apabila ia memaksa diri untuk berbicara hakikat, maka kata-katanya akan keluar dengan cahaya yang suram. Kata-katanya tertutup oleh kegelapan yang disebabkan orang itu masih menoleh kepada aghyar (selain Allah). Sangat tidak pantas jika seorang yang di hatinya masih ada benda selain Allah berbicara tentang hakikat. Tentu saja kata-kata orang itu akan dimuntahkan oleh telinga pendengarnya dan diingkari oleh hati mereka.

Berbeda dengan orang yang diberi izin untuk berbicara. Maka kata-kata orang itu bisa diterima oleh pendengarnya. Ibnu Athaillah berkata dalam Lathaiful Minan:

“Aku mendengar guruku, Syeikh Abul Abbas Al-Mursi berkata, “Wali itu dadanya penuh dengan makrifat dan ilmu-ilmu. Hakikat itu terlihat oleh mereka. Kalau mereka berbicara berarti itu izin dari Allah untuk berbicara.”

“Abul Abbas Al-Mursi juga mengatakan, “Perkataan orang yang diberi izin itu keluar diselubungi cahaya dan manis. Sedangkan perkataan orang yang tidak diberi izin keluar dengan cahaya yang suram. Sehingga ada dua orang sama-sama berbicara mengenai satu hakikat, tapi yang satu (yang diberi izin) diterima, yang lainnya (yang tidak diberi izin) tidak diterima.”

Pembicaraan tentang hakikat adalah pembicaraan yang berat dan tidak mudah. Tidak sembarang orang bisa membicarakannya atau mendengarkannya. Oleh karena itu, seseorang yang berbicara itu harus berbicara kepada orang lain menurut akal dan pemahaman pendengarnya. Berbicara dengan ahli bidayah tidak sama dengan berbicara untuk ahli nihayah. Sebuah hadits menerangkan,

خَاطِبُوْا النَّاسَ بِقَدْرِ مَا يَفْهَمُوْنَ

“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan pemahaman mereka.”

Namun, apabila seseorang berbicara dengan segala tingkatan, maka ia berbicara secara umum dengan menyampaikan keterangan untuk ahli syariat, thariqat ataupun hakikat. Dan setiap orang mengambil bagiannya sendiri-sendiri. Setiap orang tahu di mana ia harus meneguk minumannya.

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM