Gembiralah dengan Taat Karena Dari Allah

لَا تُفْرِحْكَ الطَّاعَةُ لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنْكَ وَافْرَحْ بِـهَا لِأَنَّهَا بَرَزَتْ مِنَ اللهِ إِلَيْكَ قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يـَجْمَعُوْنَ

Jangan engkau merasa gembira dengan amal ketaatanmu karena merasa bahwa ketaatan itu timbul dari dirimu. Tetapi gembiralah karena ketaatan itu timbul dari Allah kepadamu. Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dengan itulah hendaknya mereka gembira. Itu lebih baik daripada yang mereka kumpulkan.

 

MAKSUDNYA, janganlah bergembira dengan amal ketaatan, tetapi bergembiralah dengan pemberian Allah yang dikaruniakan kepadamu. Akuilah semua itu dari Allah. Semua disebabkan nur yang diberikan dihatimu. Janganlah bergembira karena engkau merasa sanggup dan puas dapat melaksanakan tersebut. Bergembiralah dengan karunia dan rahmat Allah yang dihadiahkan kepadamu.

Kegembiraan dengan karunia dan rahmat Allah itu lebih baik dari harta benda dan apa saja yang tidak kekal yang dikumpulkan manusia. Karena semua itu akan habis dan sirna. Tetapi karunia dan rahmat itu kekal dan abadi sampai membawa kita ke dalam surga. Dari kata hikmah ini dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang bergembira dengan amal ketaatan itu ada tiga golongan.

Pertama, golongan yang bergembira dengan taat karena mengharap kenikmatan dan menolak siksa yang pedih. Mereka memandang amal ketaatan timbul dari mereka dan untuk keuntungan mereka. Mereka belum keluar dari daya kekuatan mereka, karena mereka merasa semua itu dari hasil usaha dan karya mereka sendiri. Mereka ini adalah golongan اياك نعبد (hanya kepada-Mu kami menyembah) .

Golongan ini baik, tetapi masih tingkat rendah, sebab mereka masih menganggap dirinya yang melakukan amal tersebut.

Kedua, golongan yang bergembira dengan amal ketaatan karena amal itu sebagai tanda keridhoan Allah dan tanda diterima oleh Allah. Mereka punya perasaan bahwa taat dan ibadah itu sebagai sebab yang mendekatkan diri kepada Allah. Amal ketaatan itu adalah hadiah dari Allah Yang Maha Pemurah dan merupakan kendaraan yang bisa membawa ke hadirat anna’im (kenikmatan-kenikmatan). Mereka tidak melihat bahwa amal itu dari dirinya, tetapi dari takdir Allah dan kehendak-Nya. Ini golongan واياك نستعين (hanya pada-Mu kami minta pertolongan).

Golongan ini lebih baik dari golongan pertama. Untuk meingkat kegolongan ini tidak sulit. Cukup dengan menuntun hati kita, dengan perasaan bahwa amal ibadah kita ini semuanya dari pertolongan Allah. Lalu kita bersyukur kepada-Nya yang telah menakdirkan kita beramal baik. Sebab, tasawuf adalah perasaan. Ini adalah amal batin yang pahalanya jauh lebih besar dari amal dhohir.

Dalam surah Al-Fatihah kita diajari untuk meningkatkan kedudukan (maqom). Pertama kalinya iyyaka na’budu, yaitu maqom nurul hidayah. Lalu dari tingkatan ini dinaikkan ke maqom nurul inayah dengan ungkapan iyyaka nasta’in. Artinya, kami beribadah kepada-Mu bukan sekedar ibadah. Tetapi dengan pengetahuan bahwa ibadah itu dari pertolongan-Mu. Bukan dari diri kami sendiri.

Ketiga, golongan yang senang dengan Allah yang menciptakan ibadah, bukan dengan selain-Nya. Mereka lenyap dari diri mereka sendiri (fana), tidak melihat diri mereka sendiri apalagi kepada amal ibadahnya. Yang ada hanyalah Allah. Kalau mereka melakukan amal ketaatan, maka yang berjasa hanyalah Allah, sedang mereka tidak melakukan apa-apa. Mereka adalah golongan lahaula walaa quwwata illa billah. Merekalah orang-orang yang bermakrifat kepada Allah yang diberi nurul makrifah.

Ini adalah golongan صراط الذين انعمت عليهم (jalan orang-orang yang Engkau beri kenikmatan). Yaitu golongan mereka yang oleh Allah diberi kenikmatan sehingga sampai ke tingkatan ini. Orang-orang itu para nabi, sahabat, ahlu bait dan para wali. Untuk mencapai tingkatan ini memang berat. Tetapi bisa diraih, asal ada kemauan dan kesungguhan. Oleh karena itu kita diajari oleh Allah untuk meminta hal ini dan berdoa kepada-Nya di dalam surah Al-Fatihah. “Ya Allah tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang Engkau murkai (Yahudi) dan orang-orang yang tersesat (Nasrani). “

Maka, bila engkau melakukan amal kebaikan, janganlah engkau bergembira sebab itu timbul darimu, sehingga dengan begitu engkau menjadi musyrik (menyekutukan Allah). Dalam hatimu timbul ujub (bangga diri) yang bisa menghapus pahala amalmu. Ini disebut syirik Khofi (samar). Padahal Allah tidak butuh kepadamu dan amalmu. Allah tidak memerlukan orang yang beribadah kepada-Nya.

وَمَنْ جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ

“Barang siapa yang berusaha, maka ia berusaha untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak butuh terhadap seluruh alam.”

Di dalam hadits Qudsi juga disebutkan.

لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوْا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ، مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا

“Andaikan orang-orang terdahulu dari kamu dan yang terakhir dan manusia dan jin semuanya dijadikan satu hati orang yang paling bertakwa kepada Allah, maka hal itu tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun.”

Begitu pula sebaliknya, bila semua orang dari terdahulu sampai orang yang terakhir dari manusia dan jin semuanya bermaksiat kepada Allah, maka tidak mengurangi kebesaran kerajaan-Nya.

Oleh karena itu, bergembiralah karena amal ketaatan itu merupakan hadiah dari Allah yang dikaruniakan kepadamu. Kita harus kembalikan semua kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Semua itu berkat karunia dan rahmat Allah.

Dalam sebuah hadits disebutkan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَنْ يَدْخُلَ اَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ

“Tidak ada orang yang masuk surga disebabkan amalnya.”

Lalu sahabat bertanya : ولَا اَنْتَ يَا رَسُوْلَ الله ؟

“Juga Engkau Ya Rasulullah”

Jawab Rasulullah : وَلَا اَنَا اِلَّا اَنْ يَتْغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ

“Juga aku, hanya saja aku dipenuhi oleh Allah dengan rahmat-Nya.”

Begitulah, Nabi sendiri tidak mengandalkan amalnya. Yang dilihat hanyalah rahmat Allah. Padahal Nabi adalah orang yang paling banyak amalnya, sebab semua amal umatnya masuk dalam pembukuan Nabi. Ini dikarenakan Nabi adalah orang yang pertama menunjukkan mereka kepada kebaikan.

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM