Cahaya Hati Diketahui Nilainya Di Alam Malakut

لَا يُعْلَمُ قَدْرُ اَنْوَارِ الْقُلُوْبِ وَالْأَسْرَارِ اِلَّا فِى غَيْبِ الْمَلَكُوْتِ كَمَا لَا تَظْهَرُ اَنْوَارُ السَّمَاءِ اِلَّا فِى شَهَادَةِ الْمُلْكِ

Tidak diketahui nilai besarnya cahaya hati dan Asrar kecuali di alam malakut yang gaib sebagaimana matahari, bulan dan bintang hanya terang di Alam Mulk (alam dunia ini).

 

CAHAYA-cahaya hati dan rahasia-rahasia yang menyinari dan menerangi hati orang Arif Billah tidak diketahui kebesaran nilainya kecuali di Alam Malakut. Orang yang belum menembus ke alam malakut tidak akan mengerti nilai cahaya-cahaya itu. Hanya hati orang-orang arifin yang bisa melihat cahaya-cahaya itu, sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Hallaj dalam syairnya;

قُلُوْبُ الْعَارِفِيْنَ لَهَا عُيُوْنٌ ۞ تَرَى مَا لَا يُرَى لِلنَّاظِرِيْنَ

Hati orang yang arif billah memiliki beberapa mata

Yang dapat melihat apa yang tidak terlihat oleh orang-orang yang melihat.

 

Cahaya Dan Rahasia Ada Dasarnya

Cahaya-cahaya hati dan rahasia ini memiliki dasar dan bukti dalam Al-Qur’an. Ada orang-orang yang dicurahi oleh Allah dengan cahaya-cahaya malakut. Ini seperti Nabi Ya’qub yang mencium bau gamis Nabi Yusuf dari jarak ratusan mil. Ia menciumnya berkat cahaya dan asrar dari Allah yang diberikan kepadanya.

Allah Ta’ala berfirman :

وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيْرُ قَالَ اَبُوْهُمْ إِنِّي لَأَجِدُ رِيْحَ يُوْسُفَ لَوْلَا اَنْ تُفَنِّدُوْنِ

“Ketika rombongan onta itu keluar dari Mesir maka ayah mereka berkata : “Sungguh aku mencium bau Yusuf. Andai kalian tidak membodohkan aku (tentu kalian membenarkan aku).” (QS. Yusuf: 94)

Ibu Nabi Musa termasuk orang yang mendapatkan cahaya tersebut. Ia mendapat ilham dari Allah untuk membuang bayi Nabi Musa ke sungai Nil. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:

وَأَوْحَيْنَا اِلَى أُمِّ مُوْسَى اَنْ اَرْضِعِيْهِ, فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ, اِنَّا رَادُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

“Dan Kami ilhamkan kepada Ibu Musa; ‘Susuilah bayimu itu. Apabila engkau menghawatirkannya maka buanglah ia ke laut (sungai Nil) dan jangan takut dan jangan bersedih, pasti Kami mengembalikannya kepadamu dan Kami jadikan dia (salah seorang) dari para Rasul. ”(QS. Al-Qashash: 7)

Begitupula Para Nabi. Mereka mendapatkan cahaya dan rahasia malakut tersebut. Para sahabat Rasulullah juga mendapat bagian yang besar dari cahaya-cahaya itu. Begitu juga para tabiin dan para ulama dan auliya setelah mereka.

Sahabat Umar bin Kahattab merupakan pembesar sahabat yang banyak sekali dicurahi oleh Allah dengan cahaya dan asrar malakut ini.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

قَدْ كَانَ فِيْمَنْ مَضَى قَبْلَكُمْ مِنَ الْأُمَمِ اُنَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ مِنْ اُمَّتِيْ مِنْهُمْ اَحَدٌ فَإِنَّهُ عُمَرُ ابْنُ الْخَطَّابِ

“Sungguh ada dari umat-umat terdahulu sebelum kalian orang-orang yang diberi ilham. Apabila seorang dari mereka itu ada pada umatku, maka ia adalah Umar bin Khaththab.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Turmudzi, Nasai)

Oleh karena itu, banyak sekali ayat Al-’Qur an yang turun sesuai dengan ucapan dan usulan Sayyidina Umar bin Khaththab. Ini disebut dengan Muwafaqatu Umar. Ada ulama yang mengatakan bahwa Muwafaqatu Umar jumlahnya lebih dari dua puluh.

Mengenai cahaya ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ

“Hati-hatilah dengan firasat seorang mukmin (yang sempurna imannya) karena ia melihat dengan cahaya Allah.”

Seorang mukmin yang sempurna imannya yang tidak melakukan dosa, melawan nafsunya dan bersih hatinya dari kotoran, maka hatinya akan bersinar dan mata hatinya bisa melihat dengan cahaya Allah sehingga pandangannya menembus dan tidak sampai salah. Apa yang tersimpan di hati orang lain dan apa yang akan terjadi bisa ia lihat dengan berkat cahaya itu.

Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili juga termasuk orang yang mendapat cahaya dan asrar (rahasia) tersebut. Pada suatu saat Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili berkumpul dengan para ulama di sebuah kemah di kota Almansyhurah. Di dalam kemah itu ada Imam Izzuddin bin Abdussalam, Syeikh Ibnu Daqiqil Ied, Syeikh Muhyiddin Ibn Suraqah dan Syeikh Majduddin Al-Akhmimi. Kitab Risalah Al-Qusyairi dibaca di depan para ulama tersebut. Para ulama itu bergantian menerangkan isi kitab tasawuf itu. Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili hanya diam saja sampai mereka selesai bicara.

“Sayyidi, Kami ingin mendengarkan keterangan dari anda,” ucap para ulama itu kepada Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili.

“Kalian adalah para tokoh dan pembesar masa ini. Kalian sudah bicara, kan,” jawab Asy-Syadzili mengelak.

“Kami harus mendengar keterangan anda,” pinta mereka memaksa.

Asy-Syadzili diam sesaat. Lalu ia mulai berbicara dengan rahasia-rahasia yang mengagumkan dan ilmu-ilmu yang agung. Tiba-tiba Imam Izzuddin bin Abdussalam pindah dari tempat duduknya seraya berkata:

اِسْمَعُوْا هذَا الْكَلَامَ الْغَرِيْبَ الْقَرِيْبَ الْعَهْدِ مِنَ اللهِ تعالى

“Dengarkanlah perkataan indah ini yang baru datang dari Allah.”

 

 

Lalu bagaimana cara memperoleh cahaya itu?

Cahaya-cahaya itu bisa didapat dengan mujahadah membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan melawan nafsu. Apabila jiwa itu bersih, maka ia bisa menembus ke Alam Malakut dan tahu nilai besarnya cahaya-cahaya hati dan asrar (rahasia gaib) itu.

Ahmad bin Hanbal bertemu dengan Ahmad bin Abil Hawari di Mekkah. Ahmad bin Hanbal berkata kepada Ahmad bin Abil Hawari: “Ceritakan kepadaku ucapan yang engkau dengar dari gurumu, Abi Sulaiman Ad-Darani.”

Ahmad bin Abil Hawari berkata,““Aku pernah mendengar Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, ‘Apabila jiwa itu sudah terbiasa meninggalkan dosa, maka ia berkeliling di Alam Malakut, kemudian ia kembali dengan membawa hikmah-hikmah (baru) yang indah tanpa diajari oleh seorang alim.’”

Lalu Ahmad bin Hanbal berdiri dan duduk sebanyak tiga kali. “Aku tidak pernah mendengar dalam Islam ungkapan yang lebih mengagumkan diriku dari ini,” ucapnya. Kemudian ia menyebut hadits Rasulullah yang berbunyi:

“مَنْ عَمِلَ بِمَا يَعْلَمُ وَرَّثَهُ اللهُ عِلْمَ مَا لَمْ يَعْلَمْ”

“Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka Allah akan memberinya ilmu yang tidak ia ketahui.”

Lalu Ahmad bin Hanbal berkata kepada Ahmad bin Abil Hawari, “Wahai Ahmad, kamu dan gurumu benar.”

Imam Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam mimpinya. Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam berpesan kepadanya:

طَهِّرْ ثِيَابَكَ مِنَ الدَّنَسِ, تَحْظَ بِمَدَدِ اللهِ فِى كُلِّ نَفَسٍ

“Sucikan hatimu dari kotoran, niscaya engkau mendapat: madad (karunia) Allah di setiap tarikan nafas.”

Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan cahaya itu, sebab semua orang bisa mendapatkannya asal ada kemauan untuk mencapainya. Amin.

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

 

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM