Macet Bersama Cahaya

رُبَّمَا وَقَفَتِ الْقُلُوْبُ مَعَ الْأَنْوَارِ كَمَا حُجِبَتِ النُّفُوْسُ بِكَثَائِفِ الْأَغْيَارِ

Adakalanya hati manusia berhenti pada sinar-sinar cahaya sebagaimana jiwa manusia terhijab dengan padatnya benda-benda makhluk.

 

ORANG yang bersuluk menuju kepada Allah, dalam perjalanannya menghadapi banyak rintangan. Bukan hanya rintangan hijab dzulmani (rintangan kegelapan), tetapi juga berbentuk hijab nurani (rintangan cahaya).Untuk naik ke derajat yang lebih tinggi maka rintangan-rintangan ini harus ditembus oleh seorang salik. Bila tidak, ia akan macet di tempatnya.

Hijab dzulmani berupa syahwat dan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti banyak makan, suka tidur dan -maaf- kebiasaan merokok. Kebiasaan buruk itu akan menghalangi manusia untuk meningkat ke kedudukan yang lebih tinggi. Itu semua harus ditinggalkan. Biasanya, Hijab Dzulmani ini menimpa orang yang baru meningkat dari syariat ke thariqat.

Hijab Nuroni seperti ilmu aqliah atau lisaniah. Orang yang merasa nikmat dengan ilmu dan puas dengan ilmu tanpa mengamalkan ilmu tersebut maka orang itu telah terhijab dengan ilmu itu. Sibuk dengan ilmu tetapi lupa dengan maklum (Allah). Atau sibuk dengan ibadah tetapi lupa dengan ma’bud (Allah yang disembah). Oleh karena itu, ada yang mengatakan, bagi orang yang akan masuk ke hadirat Allah harus menjadi bodoh dan merasa kosong tidak memiliki apa-apa, sebagaimana Imam Sya’roni mendapatkan kewalian setelah membuang semua kitabnya sesuai petunjuk gurunya, Ali Al-Khawwas. Ilmu ini menjadi hijab bagi orang yang belum sampai kepada Allah, tetapi bagi mereka yang sudah sampai tidak berpengaruh apapun.

Termasuk Hijab Nuroni adalah karamah. Orang yang puas dengan kekeramatan, maka ia tidak meningkat ke tingkat di atasnya.

Dalam Taqribul Ushul karangan Sayyid Zaini Dahlan diterangkan bahwa bila seseorang yang akan sampai kepada Allah akan dirintangi oleh harta. Datanglah harta melimpah kepadanya. Apabila ia berhasil melewatinya maka akan dirintangi lagi dengan syahwat. Birahi memuncak. Kalau ia berhasil mengendalikannya, maka ia berhasil dan menghadapi hijab selanjutnya yaitu Hubbul Jah (senang pengaruh).

Imam Ghazali menyatakan dalam Ihya:

وَأٰخِرُ مَا يَخْرُجُ مِنْ رُؤُوْسِ الصِّدِّيْقِيْنَ حُبُّ الرِّيَاسَةِ

“Dan Yang terakhir kali keluar dari kepala para Shiddiqin adalah senang kepemimpinan (menjadi pemimpin).”

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM