Karena Zuhud, Sedikit Menjadi Banyak. Karena Cinta Dunia, Banyak Menjadi Sedikit

مَا قَلَّ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ زَاهِدٍ وَلَا كَثُرَ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ رَاغِبٍ

Tidak dapat dianggap sedikit amal perbuatan yang dilakukan dengan hati yang zuhud dan tidak dianggap banyak amal perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tamak.

KATA hikmah diatas juga bisa diartikan, “Tidak dapat dianggap sedikit amal perbuatan yang dilakukan oleh orang yang hatinya zuhud (tidak suka dunia) dan tidak dianggap banyak amal perbuatan yang dilakukan oleh orang yang hatinya suka terhadap dunia. “

Hati yang zuhud adalah hati yang berpaling dari selain Allah. Hatinya telah jemu dari segala sesuatu selain Allah seperti harta dunia, istri, anak, dan pengaruh. Keadaan hati zuhud seperti ini digambarkan dalam perkataan sahabat Haris kepada Nabi:

عَزَفْتُ نَفْسِيْ عَنِ الدُّنْيَا

“Diriku jemu terhadap dunia.”

Artinya, hatinya jemu dari segala sesuatu selain Allah. Sebab segala sesuatu selain Allah menyibukkan dirinya dari menghadap Allah dengan sungguh-sungguh. Bukan berarti harus jauh, tidak bekerja atau tidak punya dunia sama sekali. Ini dimisalkan seperti serbet yang menjijikkan yang dibuat membersihkan kotoran. Kita memakai serbet ketika diperlukan. Ketika selesai keperluannya, maka serbet itu ditinggalkan dan dilempar. Janganlah serbet itu dimasukkan ke dalam hati dan selalu dipikirkan. Seperti inilah seharusnya sikap kita terhadap dunia.

Seseorang yang hatinya sudah sampai pada kedudukan zuhud terhadap dunia seperti digambarkan di atas, maka amalnya menjadi agung dan besar di sisi Allah walaupun dhahirnya sedikit.

Ini yang dimaksud dengan hadits Nabi:

عَمَلٌ قَلِيلٌ فِي سُنَّةٍ، خَيْرٌ مِنْ عَمَلٍ كَثِيرٍ فِي بِدْعَةٍ

“Amal sedikit mengikuti sunnah Nabi lebih baik dari amal banyak yang bid’ah. ” (HR Ar-Rofi’i dan Ad-Dailami)

Amal banyak yang bid’ah adalah amal yang dilakukan dengan hati yang penuh dengan cinta dunia. Apakah ada bid’ah yang lebih jelek dari cinta dunia? Orang yang hatinya sibuk dengan dunia adalah bid’ah terbesar. Itu merupakan bid’ah yang tidak ada pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Hati orang yang zuhud terhadap dunia adalah hati yang bertakwa. Kalau ia beramal, maka amalnya dipastikan ikhlas dan dikerjakan dengan khusyuk, sebab di hatinya sudah tidak ada kecintaan terhadap dunia. Maka amal itu pasti diterima oleh Allah. Beda dengan orang yang hatinya penuh kecintaan dunia, maka dalam beramal dia tidak ikhlas dan tidak khusyuk. Tentu saja amalnya tidak diterima oleh Allah, walaupun tampaknya banyak.

Ambil contoh orang kaya yang bershadaqah atau mengluarkan zakat yang banyak, tetapi ia melakukannya dengan penuh kesombongan dan ingin dipuji orang. Ia mengumpulkan orang di rumahnya untuk berebut shadaqah yang ia berikan sampai-sampai orang yang menerima shadaqahnya ada yang mati. Walaupun yang dikeluarkan bermilyar-milyar, tetapi nilainya kecil di sisi Allah.

Sebaliknya orang yang hatinya zuhud. Ia bershadaqah dengan uang yang sedikit, tetapi itu timbul dari hati yang ikhlas, tidak mengharap apa-apa kecuali mencari keridhaan Allah. Maka shadaqahnya itu di sisi Allah akan menjadi besar dan berlipat ganda yang tidak ada hitungannya.

Perumpamaan ibadah seorang yang zuhud walau tampak sedikit tetapi nilainya banyak dan ibadahnya orang yang cinta dunia yang tampak banyak tetapi pada hakikatnya sedikit adalah bagaikan dua orang yang memberi hadiah kepada raja. Yang satu memberi hadiah permata yaqut bersih yang kecil tetapi berharga milyaran. Yang satunya lagi, menghadiahkan enam puluh peti kosong. Pasti sang raja menerima hadiah yang berupa yaqut dan menghormati orang yang memberinya. Raja menolak peti-peti kosong itu dan marah. Ia merasa terhina dengan pengiriman peti-peti kosong.

Sayyidina Ali berkata: “Jadilah kamu lebih sangat memperhatikan untuk diterima amalnya oleh Allah daripada amalnya. Sebab amal yang disertai taqwa tidak bisa dianggap sedikit. Bagaimana dianggap sedikit amal yang diterima oleh Allah.”

Allah mensifatkan dzikirnya orang yang beriman itu dengan dzikir yang banyak karena adanya keikhlasan dan tidak riya’. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak.” (Al-Ahzab: 41)

Arti banyak dalam ayat tersebut adalah dzikir yang ikhlas. Allah menyebut dzikir yang ikhlas dengan dzikir yang banyak. Tetapi sebaliknya, dzikir yang timbul dari hati yang tidak ikhlas dianggap sedikit oleh Allah.

Allah memberi sifat dzikirnya orang-orang munafik dengan dzikir yang sedikit, karena tidak adanya keikhlasan dan dilakukan karena riya’. Allah berfirman:

يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Mereka riya’ terhadap manusia dan tidak menyebut Allah kecuali sedikit. ” (QS An-Nisa’: 142)

Arti sedikit adalah tidak ikhlas.

Sebagian sahabat berkata kepada tokoh Tabi’in: “Kalian lebih banyak beramal dan berijtihad dari para sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Tetapi mereka para sahabat Nabi lebih dari kalian.”

“Mengapa demikian?”

“Karena para sahabat itu lebih zuhud dari kalian terhadap dunia,” jawabnya.

Seorang sahabat berkata: “Kami sudah teliti semua amal. Maka kami tidak melihat baik urusan dunia atau akhirat yang lebih hebat dari zuhud terhadap dunia.”

Begitulah para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mereka menjadi zuhud terhadap dunia karena didikan Rasulullah. Nabi selalu mendidik mereka untuk jemu dan jijik terhadap dunia. Pada suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama para sahabatnya lewat sebuah pasar. Di tengah pasar ada kambing mati. Rasulullah memegang telinga bangkai kambing itu.

Rasulullah berkata:

أَيُّكُمْ يُـحِبُّ أَنَّ هَذَا لَهُ بِدِرْهَمٍ ؟

“Siapa dari kalian yang senang membeli bangkai kambing ini dengan satu dirham?”

“Kami tidak mau. Untuk apa kambing mati itu?” jawab Sahabat. Rasulullah bersabda:

فَوَاللهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ، مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ

“Demi Allah. Dunia itu lebih remeh di sisi Allah daripada kambing ini di sisi kalian.” (HR. Muslim)

Dengan zuhud terhadap dunia maka segala ibadah menjadi mudah untuk dilakukan. Abu Sulaiman Ad-Darani bertanya kepada Ma’ruf Al-Karkhi, “Kenapa mereka sangat kuat beribadah?”

“Karena mereka sudah mengeluarkan dunia dari hati mereka. Andai masih ada di hati mereka sedikit kecintaan kepada dunia, maka tidak sah satu sujud pun dari mereka,” jawab Ma’ruf Al-Karkhi.

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

 

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM