Diberi Warid Agar Lepas dari Kurungan Diri

أَوْرَدَ عَلَيْكَ الْوَارِدَ لِيُخْرِجَكَ مِنْ سِجْنِ وُجُوْدِكَ إِلَى فَضَاءِ شُهُوْدِكَ

Allah memberikan kepadamu warid (nurul wishol) untuk melepaskan dirimu dari kurungan wujudmu kepada keluasan melihat Tuhanmu.

SETELAH seseorang itu diberi Nur Hidayah dan Nur Inayah, maka turun lagi karunia Allah yang lebih mulia dan lebih sempurna, yaitu Nurul Wishol. Warid wishol ini adalah cahaya yang dipancarkan di hati yang bisa menyampaikannya kepada hadirat Allah.

Maka dengan sebab warid ini orang itu lepas dari kurungan sifat-sifat dirinya yang sempit menuju keluasan syuhud dan makrifah kepada Allah. Dalam perasaannya, dunia wujud ini sempit sehingga ia dilepas oleh Allah ke alam bebas. Bagai burung dalam kurungan yang dilepas ke alam luas. Warid yang berupa Nur Wishol (Nur Makrifah) ini membuat orang itu melupakan dirinya dan fana hanya melihat Allah semata.

Harus Lewat Tiga Tahapan

Tiga warid ini merupakan sebab-sebab untuk sampai kepada Allah. Dalam perjalanannya, seseorang yang dicintai Allah itu diberi Nur Hidayah dulu, lalu Nur Inayah dan kemudian Nur Wishol (Nur Makrifah). Dari tahap satu naik ke tahap kedua dan akhirnya sampai ke tingkat ketiga.

Manusia lemah dan diciptakan oleh Allah dari tanah. Selagi ia masih menyandang sifat basyariahnya, maka ia tidak bisa langsung masuk ke Hadirat Allah yang suci. Oleh karena itu, ia dilatih oleh Allah untuk naik dari satu tahapan ke tahapan berikutnya sehingga sampai kepada Allah.

Karena perjalanan menuju Allah ini sangat jauh dan perlu melewati tahapan-tahapan dan membutuhkan waktu yang lama, maka seorang yang bersuluk membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Ia harus sabar bertahun-tahun tekun melakukan ibadah sambil menunggu sampai kepada Allah. Orang ahli jadzab merasa kasihan melihat orang yang bersuluk yang beristiqamah dengan ibadah bertahun-tahun itu.

Perjalanan melalui tahapan waridat ini juga terjadi kepada para sahabat Nabi. Mereka mendapatkan waridat yang disebutkan sehingga mendorong mereka lebih mencintai Allah dan Rasulullah dari pada lainnya termasuk dirinya sendiri.

Ini terjadi dalam kisah Sayyidina Umar yang pernah menyatakan kepada Rasulullah bahwa “Engkau lebih aku cintai dari hartaku, anakku, dan diriku sendiri.”

Mencintai Nabi lebih dari diri sendiri adalah ridho yang sempurna atau pasrah sepenuhnya terhadap Nabi. Pada mulanya, Umar mencintai Rasulullah dengan mahabbah aqliyah (cinta berdasarkan akal). Maka Nabi menghendaki Sayyidina Umar untuk pindah dari mahabbah aqliyah tersebut kepada mahabbah dzauqiyah (cinta yang merasuk ke perasaan), karena itulah cinta yang murni.

Untuk mendapatkan waridat itu membutuhkan berkumpul dengan guru dan berteman dengan orang-orang shaleh. Para sahabat mendapatkan waridat itu berkat berteman dengan Rasulullah. Karena berkat terus-menerus memandang wajah Nabi, salat bersamanya, makan minum bersamanya, memakan bekas makanannya, maka cahaya Rasulullah memancar di wajah mereka dan masuk di hati mereka.

Waridat yang turun di hati mereka itulah yang membuat mereka rela mengorbankan dirinya untuk Rasulullah seperti yang terjadi kepada sahabat Thalhah yang mengorbankan tangannya sampai cacat untuk melindungi Rasulullah. Ada pula yang menjadikan badannya sebagai tameng untuk melindungi Rasulullah dari anak panah musuh.

Andai tidak ada waridat maka tidak akan terjadi pengorbanan-pengorbanan yang besar untuk agama. Seakan-akan mereka berloncatan mencari mati. Mereka antri menunggu kematian. Pandangan mereka hanya akhirat, bukan dunia. Mereka telah lepas dari perbudakan dunia dan tidak ada ketergantungan kepada dunia.

Lihatlah perbincangan yang terjadi antara Nabi dan Sahabat Harits. Lihatlah bagaimana waridat yang turun dari Allah itu menetap dan berkesan di hatinya sehingga merubah perilaku hidupnya. Waridat seperti ini sangat kita butuhkan pada zaman sekarang.

“Bagaimana keadaanmu pagi ini, wahai Harits?” tanya Nabi.

Harits menjawab, “Aku merasa sebagai orang mukmin yang sebenarnya”.

Rasulullah bertanya kepadanya “Setiap iman ada hakikat (buktinya), dan apa hakikat (bukti) imanmu?”.

Jawab Haris “Diriku sudah bosan terhadap dunia. Kalau malam aku tidak tidur. Kalau siang aku berpuasa. Seakan-akan Arsy Tuhanku tampak di depanku. Seakan-akan aku melihat ahli surga itu saling berziarah. Seakan-akan aku melihat penduduk neraka saling menjerit.”

“Hai Haris, kamu sekarang sudah mengetahui. Maka tetaplah,” kata Rasulullah kepadanya. (HR. Baihaqi, Thabrani, Abu Nuaim, Ibnu Mubarak)

Assaaqi Baqi (Yang Menuangkan Warid Masih Ada)

Kalau ada orang yang bertanya, apa bisa saya seperti sahabat Harits ini? Maka jawabannya adalah: bukankah waridat itu masih tetap turun dan yang menurunkan warid kepada Harits masih ada. Yang terpenting adalah mempersiapkan diri untuk menerima warid tersebut.

Janganlah putus asa. Tetaplah bersangka baik kepada Allah, karena Allah Maha Pemurah. Jangan kau katakan itu hanya terjadi di zaman dulu.

لَا تَقُلْ قَدْ ذَهَبَتْ اَيَّامُهْ  كُلُّ مَنْ سَارَ عَلَى الدَّرْبِ وَصَلْ

Jangan kau bilang hari-harinya telah lewat

Setiap orang yang berjalan pasti sampai

Habib Hasan Bin Sholeh Al-Bahar adalah contoh orang yang tidak berputus asa dan tetap bersangka baik kepada Allah. Beliau sabar bersuluk (menuju) kepada Allah. Pada suatu hari beliau dihina oleh seseorang. “Mau kemana kau, Hasan. Apakah engkau menginginkan maqamnya Abdullah Al-Haddad. Siapa dirimu?” kata orang itu.

Habib Hasan menjawab, “Aku tanya kepadamu apakah yang memberi Al-Haddad masih ada? Bukankah Assaaqi Baqi?

“Selama Tuhan yang memberi Habib Abdullah Al-Haddad ada, maka Dia juga bisa memberi aku.”

Akhirnya, Habib Hasan menjadi orang yang punya kedudukan besar. Ia menjadi wali yang terkenal. Murid-muridnya banyak orang besar.

Ada seorang bernama Syekh Mahrus dari Cirebon. Ia merasa ketakutan karena ia dikejar-kejar oleh Belanda saat itu. Ia memohon kepada Allah agar mengangkat musibah yang menimpanya. Ia bermimpi Rasulullah dan di sampingnya ada Habib Hasan Bin Sholeh Al-Bahar.

Dalam mimpinya itu ia berulang-ulang berdoa mengucapkan:

يَا رَبِّ نَـجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ, بِـجَاهِ سَيِّدِ الْاَوَّلِيْنَ وَالْاَخِرِيْنَ

“Ya Tuhanku selamatkanlah kami dari orang-orang yang dhalim, berkat kedudukan Nabi pemimpin orang terdahulu dan terakhir.”

Rasulullah menoleh seraya menunjuk kepada Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahar sambil berkata:

وَبـِجَاهِ هَذَا

“dan berkat kedudukan orang ini.”

Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.

Bagikan :

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Lainnya

Dua Macam Berpikir, Karena Iman ...
الْفِكْرَةُ فِكْرَتَانِ فِكْرَةُ تَصْدِيْقٍ وَإِيْمَانٍ وَفِكْ...
Berpikir Adalah Pelita Hati
الْفِكْرَةُ سِرَاجُ الْقَلْبِ فَإِذَا ذَهَبَتْ فَلَا إِضَاءَةَ...
Pikirkan Makhluk-Nya
الْفِكْرَةُ سَيْرُ الْقَلْبِ فِى مَيَادِيْنِ الْأَغْيَارِ Berp...
Sangat terhina, waktu kosong tap...
الْخِذْلَانُ كُلَّ الْخِذْلَانِ اَنْ تَتَفَرَّغَ مِنَ الشَّوَا...
Orang Yang Diberkati Umurnya
مَنْ بُوْرِكَ لَهُ فِى عُمْرِهِ اَدْرَكَ فِى يَسِيْرٍ مِنَ الز...
Ada kalanya, Umur Panjang Tapi K...
رُبَّ عُمْرٍ اِتَّسَعَتْ امَادُهُ وَقَلَّتْ اَمْدَادُهُ وَرُبّ...

Anggota DINULQOYIM