لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ : الْوَاصِلُوْنَ إِلَيْهِ. وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ : السَّائِرُوْنَ إِلَيْهِ
“Hendaknya orang kaya itu membelanjakan menurut kakayaannya.” Adalah orang yang telah sampai kepada Allah. “Dan orang yang terbatas ilmunya.” Adalah orang yang bersuluk menuju Allah.
INI sebuah isyarat yang indah mengenai dua golongan tersebut di kata hikmah sebelumnya. Pertama, Golongan muradin atau washilin atau majzdubin. Kedua, muridin atau salikin.
Tatkala Al-Washilun (orang yang sampai kepada Allah) terlepas dari kurungan ‘melihat kepada selain Allah’ menuju alam tauhid, maka pandangan mereka menjadi luas. Lalu mereka membelanjakan menurut keluasan ilmunya dan mereka berbuat di alamnya dengan leluasa.
Sedangkan As-Salikun (orang yang sedang berjalan menuju Allah), rezeki ilmu dan pemahaman mereka terbatas. Mereka masih terhijab dengan rintangan-rintangan. Maka mereka tidak bisa membelanjakan ilmunya dengan leluasa seperti orang yang sudah sampai kepada Allah. Tetapi mereka membelanjakan menurut kadar kemampuannya. Mereka mengajar manusia dengan ilmu yang terbatas sesuai dengan kemampuan mereka.
Masing-masing kelompok sama-sama berkewajiban membelanjakan apa yang mereka punya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Ini sesuai dengan isyarat ayat:
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang memiliki kekayaan membelanjakan harta menurut kemampuannya. Barangsiapa disempitkan rezekinya maka ia membelanjakan dari apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memaksa seseorang kecuali apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah akan menjadikan setelah kesulitan ada kemudahan.” (QS. At-Thalaq: 7)
Dikutip dari Buku al Hikam Mutiara Hikmah Kehidupan asuhan Habib Ahmad bin Husen Assegaf.